Rabu, 19 Oktober 2016

Termoregulasi pada Hewan


TERMOREGULASI HEWAN ENDOTERM DAN EKTOTERM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi


Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Dzukri







Disusun oleh :
Sri Lestari
15708251025




PENDIDIKAN IPA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

KATA PENGANTAR

 Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Terima kasih saya ucapkan kepada teman–teman yang telah membantu dalam pembuatan makalah yang berjudul “Termoregulasi Hewan Endoterm dan Ektoterm”.
Selanjutnya terimakasih penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Biologi yang begitu banyak memberi bimbingan kepada penulis, serta sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu memberi motivasi dan masukan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif demi kesempurnaan dimasa yang akan datang. Mudah-mudahan makalah ini menjadi sumbangan pikiran dalam memahami materi perkuliahan dengan tema regulasi dan homeostatis.


Yogyakarta, 08 Mei 2016


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kepekaan terhadap stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan. Tujuan akhir dari respon adalah untuk mempertahankan hidupnya. Respon hewan terhadap lingkungannya bervariasi tergantung dari jenis dan intensitas stimulus, jenis spesies, stadium perkembangan, umur, kondisi fisiologis dan kisaran toleransi terhadap lingkungannya. Pengaturan suhu tubuh merupakan salah satu respon dasar makhluk hidup yang dilakukan agar tetap exist. Pengaturan suhu tubuh merupakan bentuk dari adaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Pengaturan suhu tubuh adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir. Proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan dinamis. Mekanisme termoregulasi terjadi dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan panas.
Pada dasarnya semua makhluk hidup mempunyai sistem dalam tubuh untuk mengatur sistem dalam tubuhnya agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Salah satunya yaitu system pengaturan suhu tubuh dalam tubuh hewan. Proses yang terjadi pada hewan sangatlah bervariasi  untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan dinamis. Peristiwa penerimaan dan pelepasan energi (termogulasi), maka mahluk hidup dibagi menjadi dua garis besar yakni hewan endoterm dan ektoterm, yang secara berurutan yakni hewan yang dapat memproduksi panas tubuhnya sendiri sebagai pusat termogulasi dan hewan yang mengandalkan suhu lingkungan untuk dapat menghasilkan termo atau suhu bagi tubuh dan metabolismenya.
Berdasarkan pengetahuan di atas, penulis ingin memahami lebih lanjut mengenai termoregulasi yang terjadi pada hewan ektoterm dan endoterm, bagaimana pengaturan suhu tubuh tersebut sehingga hewan tetap dapat mempertahankan hidupnya dan hewan apa sajakah yang termasuk dalam golongan hewan ektoterm dan endoterm.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang dapat di angkat dalam makalah ini antara lain:
1.      Apa sajakah macam-macam sistem pengaturan tubuh pada hewan?
2.      Apakah perbedaan antara hewan endotermik dan hewan ektotermik
3.      apa sajakah yang termasuk hewan jenis endotermik dan hewan ektotermik?
4.      Bagaimanakah karakterisktik dari hewan endotermik maupun hewan ektotermik

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain:
1.      Memahami macam-macam sistem pengaturan tubuh pada hewan.
2.      Dapat mengklasifikasikan hewan jenis endotermik dan hewan ektotermik.
3.      Memahami karakterisktik dari hewan endotermik maupun hewan ektotermik
4.      Memahami perbedaan antara hewan endotermik dan hewan ektotermik.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Termoregulasi
Termoregulasi adalah suatu mekanisme makhluk hidup untuk mempertahankan suhu internal agar berada di dalam kisaran yang dapat ditolelir. Suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu yang tinggi akan menyebabkan aktivitas molekul-molekul semakin tinggi karena energi kinetiknya makin besar dan kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul satu dengan molekul lain semakin besar pula. Akan tetapi, kenaikan aktivitas metabolisme hanya akan bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas tertentu saja. Hal ini disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim (salah satunya) yang memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan atau tubuh meningkat atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat terdenaturasi dan kehilangan fungsinya (Campbell, 2004). Suhu merupakan salah satu faktor pembats penyebaran hewan, dan selanjutnya  menentukan aktifitas hewan. Banyak hewan yang suhu tubuhnya disesuaikan dengan suhu lingkungan.
Mekanisme termoregulasi terjadi dengan mengatur keseimbangan antara perolehan panas dengan pelepasan panas. Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan saraf eferen serta termoregulasi dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya (Soewolo, 2000).
Mekanisme pengaturan suhu tubuh merupakan penggabungan fungsi dari organ-organ tubuh yang saling berhubungan. Di dalam pengaturan suhu tubuh mamalia terdapat dua jenis sensor pengatur suhu, yaitu sensor panas dan sensor dingin yang berbeda tempat pada jaringan sekeliling (penerima di luar) dan jaringan inti (penerima di dalam) dari tubuh. Dari kedua jenis sensor ini, isyarat yang diterima langsung dikirimkan ke sistem saraf pusat dan kemudian dikirim ke syaraf motorik yang mengatur pengeluaran panas dan produksi panas untuk dilanjutkan ke jantung, paru-paru dan seluruh tubuh. Setelah itu terjadi umpan balik, dimana isyarat, diterima kembali oleh sensor panas dan sensor dingin melalui peredaran darah.
Suhu tubuh hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungan luar. Pada suhu -2oC s.d suhu 50oC hewan dapat bertahan hidup atau pada suhu yang lebih ekstrem namun untuk hidup secara normal hewan memilih kisaran suhu tersebut yang berfungsi untuk proses fisiologis optimal.
Di dalam tubuh hewan yang hidup selalu terjadi proses metabolisme. Dengan demikian selalu dihasilkan panas, karena tidak semua energi yang terbentuk dari metabolisme dimanfaatkan. Panas yang terbentuk dibawa oleh darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh menjadi panas dan disebut sebagai suhu tubuh normal. Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan.

B.     ENDOTERM
Hewan endoterm adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi panas di dalam tubuh yang merupakan hasil dari metabolisme jaringan. Suhu tubuh dipertahankan agar tetap konstan, walaupun suhu lingkungannya selalu berubah dengan cara menyeimbangkan perolehan dan pelepasan panas, contoh : burung dan mamalia.
Hewan endoterm merupakan kelompok hewan yang dapat mengatur produksi panas dari dalam tubuhnya untuk mengkonstankan atau menaikkan suhu tubuhnya, karena mempunyai daya mengatur yang tinggi. Hewan endoterm memiliki rentang toleransi terhadap lingkungan yang lebih panjang dibandingkan hewan ektoterm. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengatur produksi dan pelepasan panas yang dimilikinya.
Kemampuan untuk mengatur produksi dan pelepasan panas melalui mekanisme metabolisme ini dikarenakan hewan–hewan endoterm memiliki organ sebagai pusat pengaturnya, yakni otak khususnya hipotalamus sebagai thermostat atau pusat pengatur suhu tubuh. Suhu konstan untuk tubuh hewan–hewan endoterm biasanya terdapat di antara 35-40oC. Karena kemampuannya mengatur suhu tubuh sehingga selalu konstan, maka kelompok ini disebut hewan regulator. Misalnya golongan aves dan mamalia, termasuk manusia. Dalam istilah lain kelompok hewan ini disebut juga sebagai kelompok homeoterm. Hewan endoterm adalah hewan–hewan yang dapat mengatur suhu tubuhnya sehingga selalu konstan berada pada kisaran suhu optimumnya.
Kekonstanan suhu tubuh tersebut mengakibatkan hewan endoterm mampu menunjukkan kinerja konstan.  Daya pengatur suhu tubuh itu memerlukan biaya (energi) yang relatif tinggi sehingga persyaratan masukan makanan untuk energinya pun relatif tinggi pula. Dibandingkan dengan suatu hewan ektoterm yang sebanding ukuran tubuhnya, bahkan dalam kisaran suhu zona termonetral, suatu hewan endoterm memerlukan energi yang jauh lebih besar. Dibandingkan dengan hewan-hewan ektoterm yang menunjukkan strategi biaya-rendah yang kadang-kadang memberikan keuntungan rendah, hewan–hewan endoterm mempunyai strategi biaya tinggi yang memberi keuntungan yang lebih tinggi.
Bila suhu tubuh terlalu tinggi dilepaskan dengan cara: vasodilatasi daerah perifer tubuh, berkeringat dan terengah-engah, menurunkan laju metabolism dan respons perilaku (misal berendam di air). Sebaliknya bila suhu tubuh terlalu rendah  dengan cara: menegakkan rambut (merinding), mengigil, meningkatkan laju metabolisme (dengan meningkatkan sekresi tirosin) dan respon perilaku (menghangatkan diri).


Gambar 1. Anjing menjulurkan lidahnya agar tejadi penguapan pada air ludahnya dan tubuh terasa labih dingin
Gambar 2. Kerbau berendam di air untuk mengurangi panas tubuhnya


Gambar 3. Pinguin hidup berkelompok salah satunya adalah untuk menghangatkan tubuhnya

Adapun cara hewan endoterm untuk beradaptasi terhadap suhu sangat panas dan sangat dingin. Adaptasi terhadap suhu sangat dingin :
1        Masuk ke dalam kondisi heterotermi, yaitu mempertahankan adanya perbedaan suhu di antara berbagai bagian tubuh. Contoh: burung dan mamalia kutub yang mempunyai suhu pada pusat tubuh sebesar 38oC, namun suhu kakinya hanya sekitar 3oC, secara fisiologis, kaki tetap berfungsi normal (telah beradaptasi pada tingkat sel dan tingkat molekul)
2        Hibernasi atau torpor, yaitu penurunan suhu tubuh yang berkaitan dengan adanya penurunan laju metabolisme, laju denyut jantung, laju respirasi, dan sebagainya. Periode hibernasi, mulai dari beberapa jam hingga beberapa minggu, bahkan beberapa bulan. Berakhirnya hibernasi dicapai dengan kebangkitan spontan melalui peningkatan laju metabolisme dan suhu tubuh secara cepat, yang akan segera mengembalikannya ke keadaan nomal.
Gambar 4. Hibernasi merupakan mekanisme untuk mengatasi musim dingin


Sedangkan adaptasi terhadap suhu sangat panas adalah dengan cara:
1.      Meningkatkan pelepasan panas tubuh dengan meningkatkan penguapan, baik melalui proses berkeringat ataupun terengah-terengah.
2.      Melakukan gular fluttering: yaitu menggerakkan daerah kerongkongan secara cepat dan terus-menerus sehingga penguapan melalui saluran pernafasan (dan mulut) dapat meningkat, akibatnya pelepasan panas tubuh juga meningkat. Misalnya pada ayam yang sedang mengerami telur.
3.      Menggunakan strategi hipertermik, yaitu mempertahankan atau menyimpan kelebihan panas metabolik di dalam tubuh sehingga suhu tubuh meningkat sangat tinggi, contoh: unta dan rusa gurun.
Gambar 5. Unta adalah salah satu hewan yang menggunakan strategi hipertermik

C.    EKTOTERM
Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit, contoh ikan dan amfibia.
Hewan-hewan ektoterm, yaitu semua jenis hewan kecuali aves dan mamalia. Daya mengatur yang dipunyainya sangat terbatas sehingga suhu tubuhnya bervariasi mengikuti suhu lingkungannya. Hal ini menyebabkan hewan ektoterm atau poikiloterm memiliki rentang toleransi yang rendah, dalam artian niche pokok hewan ini sempit. Ketika suhu lingkungan tinggi, di luar batas toleransinya, hewan ektoterm akan mati sedangkan ketika suhu lingkungan yang lebih rendah dari suhu optimumnya, aktivitasnya pun rendah dan hewan menjadi sangat lambat, sehingga mudah bagi predatornya untuk menangkapnya.
Daya mengatur pada hewan ektoterm, bukan dari adaptasi fisiologis melainkan lebih berupa adaptasi perilaku. Misalnya, bergerak mencari tempat yang teduh apabila hari terlalu panas dan berjemur dipanas matahari bila hari dingin. Diantara suhu yang terlalu rendah dan terlau tinggi, laju metabolisme hewan ektoterm meningkat dengan naiknya suhu dalam hubungan eksponensial.
Contoh hewan yang tergolong ektoterm yaitu ikan salmon (22 oC), ikan saumon (18 oC), crapaud bufo boreas (27 oC), alligator (buaya) (32 – 35 oC), iguana 38 oC), lezard anolois sp (30 – 33 oC), dan larva lalat rumah (30 – 37 oC). Adapun macam-macam termoregulasi ektoterm antara lain:
1.      Termoregulasi pada ektoterm akuatik
Suhu pada lingkungan akuatik relatif stabil sehingga hewan yang hidup di dalamnya tidak mengalami permasalahan suhu lingkungan yang rumit.
Dalam lingkungan akuatik, hewan tidak mungkin melepaskan panas tubuh dengan evaporasi.
Pada hewan poikiloterm air, misalnya kerang, udang, dan ikan suhu tubuhnya sangat ditentukan oleh keseimbangan induktif dan konvektif dengan air mediumnya, dan suhu tubuhnya mirip dengan suhu air. Hewan memproduksi panas secara metabolik, dan ini mungkin meningkatkan suhu tubuh diatas suhu air. Namun air menyerap panas begitu efektif dan hewan ini tidak memiliki insulasi sehingga perbedaan suhu hewan dengan air sangat kecil.
a.       Air sebagai penyimpan panas yang baik
b.      Hewan harus dapat melepaskan panas tubuhnya
c.       Dalam lingkungan aquatik, pelepasan panas dilakukan secara evaporasi
Contoh bila lingkungan panas :
Katak = evaporasi dan bersembunyi di bawah bongkahan batu
Buaya = evaporasi dengan membuka mulut untuk menguapkan panas tubuh

Gambar 6. Buaya berevaporasi dengan membuka mulutnya
Gambar 7. Katak bersembunyi di balik batu

2.      Termogulasi pada ekoterm terrestrial
Termoregulasi pada ektoterm teresterial berbeda dengan lingkungan akuatik, suhu di lingkungan terestrial selalu berubah dengan variasi yang cukup besar. Perubahan suhu sangat mudah kita rasakan, misalnya dengan membandingkan suhu udara pada siang dan malam hari, pada hari yang sama pada suatu kota, perbedaan suhu lingkungan terestrial antara siang dan malam hari tersebut cukup bermakna. Cara yang terpenting dilakukan oleh hewan ektoterm terestrial untuk memperoleh panas ialah dengan menyerap panas/radiasi matahari.
Hewan eksoterm terrestrial memperoleh panas dengan cara menyerap radiasi matahari baik pada vertebrata maupun invertebrata, misalnya:
a.       Mengubah warna permukaan tubuh (ubah penyerapan melanin, contoh: belalang rumput dan kumbang mengubah warna tubuhnya menjadi gelap)
b.      Menghadapkan tubuh ke arah matahari, contoh: belalang locust tegak lurus ke arah matahari
                      Gambar 8. Belalang rumput
      Gambar 9. Belalang locust
Cara pelepasan panas:
a.       mengubah orientasi tubuh menjauhi sinar matahari
b.      memanjat pohon
c.       vasokonstriksi : penyempitan diameter pembuluh darah
d.      vasodilatasi : perluasan diameter pembuluh darah
Vertebrata ektoterm contohnya kadal juga melakukan hal yang serupa dengan belalang dan kumbang, yaitu berjemur untuk menyerap radiasi matahari. Untuk memaksimalkan penyerapan kadal juga mengubah penyebaran melanin sehingga warna kulitnya menjadi lebih gelap, dan hal ini sangat penting untuk  penyerapan panas secara efektif. Seperti kumbang, kadal juga mengurangi penyerapan panas dengan berlindung ditempat yang teduh. Namun, kadal juga dapat mengubah jumlah aliran darah ke kulit dengan cara mengatur vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh darah. Proses ini merupakan proses fisiologis. Dengan demikian jelas bahwa kadal mempertahankan suhu tubuhnya dengan cara fisiologis maupun perilakunya.
Adapun cara hewan ektoterm untuk beradaptasi terhadap suhu sangat panas dan sangat dingin. Adaptasi terhadap suhu sangat panas dilakukan dengan:
1.      Meningkatkan laju pendinginan dengan penguapan:
a.       Melalui kulit, bagi hewan yang berkulit lembab (cacing dan katak) atau dengan cara berkeringat (untuk hewan yang mempunyai kelenjar keringat)
b.      Melalui saluran pernafasan, bagi hewan yang kulitnya tebal dan kedap air (reptil dan insekta)
2.      Mengubah mesin metaboliknya agar bisa bekerja pada suhu tinggi (kadal dan reptil gurun).
Sedangkan untuk adaptasi terhadap suhu sangat dingin dilakukan dengan:
1.      Meningkatkan konsentrasi osmotic, titik beku cairan tubuh dapat diturunkan hingga dibawah 0oC. Zat terlarut: gula, seperti fruktosa atau derivatnya, dan gliserol (bermanfaat untuk melindungi membran dan enzim dari denaturasi akibat suhu yang sangat dingin. contoh: lalat dari Alaska, Rhabdophaga strobiloides, yang dapat bertahan hingga suhu -60oC.
2.      Menghambat pembentukan kristal es di dalam sel untuk mencegah kerusakan membran. Dilakukan dengan cara menambahkan glikoprotein antibeku ke dalam cairan tubuh (misal: ikan es dari antartika (Trematomus borchgrevink). Glikoprotein ialah molekul polimer dari sejumlah monomer yang tersusun atas tripeptida, yang terikat pada derivat galaktosamin (alanin-alanin-treonin- galaktosa derivat)
Gambar 10. Ikan es dari antartika
D.    Perbedaan Hewan Endoterm dan Ektoterm
1.      Suhu lingkungan
Pada suhu yang sangat rendah, hewan ektoterm cenderung mengikuti suhu lingkungan tersebut. Hal ini menyebabkan laju metabolisme ektoterm menjadi turun drastis sedangkan pada hewan endoterm yang mampu mempertahankan suhu intinya, laju metabolismenya tidak terlalu terganggu dengan penurunan suhu selama penurunan suhu tersebut masih di batas toleransi.
Suhu yang semakin tinggi mempengaruhi tingkat respirasi yang ditandai dengan konsumsi oksigen yang juga semakin meningkat, yang berarti bahwa semakin tinggi suhu akan semakin tinggi laju konsumsi oksigen suatu hewan. Tingkat konsumsi oksigen yang tinggi menandakan bahwa hewan  memerlukan banyak oksigen untuk melakukan metabolisme yang  terjadi dengan cepat di dalam tubuhnya untuk menghasilkan energi lebih banyak yang dibutuhkan oleh hewan tersebut.
2.      Avaibilitas makanan (energi)
Hewan endoterm menggunakan energi untuk melakukan regulasi temperatur. Sebagai konsekuensinya jika hewan endoterm memiliki cadangan energi cukup banyak, maka hewan endoterm dapat mempertahankan suhu tubuhnya dan laju metabolismenya, namun jika cadangan energi terbatas, maka hewan endoterm akan kesulitan mempertahankan suhu intinya. Begitu pula sebaliknya keadaan hewan ektoterm. Jadi metabolisme energi hewan ektoterm cenderung lebih efisien karena porsi energi yang berubah menjadi energi panas sangat sedikit.
3.      Kontrol hipotalamus pada termoregulasi mamalia
Mamalia memiliki neuron di hipotalamus yang sensitif pada suhu sirkulasi darah. Hipotalamus juga menerima input dari termoreseptor di seluruh tubuh. Hipotalamus memiliki set point, yang berfungsi seperti thermostat.
 Jika suhu sirkulasi darah ke hipotalamus lebih tinggi daripada set point, maka akan ada sinyal yang menginisiasi mekanisme pendinginan (vasodilatasi kapiler, berkeringat, napas cepat, dll), sedangkan bila suhu darah lebih rendah daripada suhu set point, maka sinyal neural akan menginisiasi peningkatan suhu dengan vasokonstriksi kapiler, menggigil, termogenesis lemak, dll).
Pada hewan ektoterm mekanisme tersebut tidak berjalan, sehingga ektoterm tidak mampu mengatur suhu tubuhnya sendiri, dan mengandalkan suhu lingkungan. Beberapa hewan ektoterm mengatur suhu tubuhnya dengan cara berjemur saat matahari baru terbit sehingga terjadi peningkatan laju metabolisme untuk aktivitas dan menghindari matahari yang sedang terik di siang hari dengan cara berteduh.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pada hewan ektoterm laju metabolismenya berubah-ubah tergantung dengan suhu lingkungan. Sedangkan pada hewan endoderm cenderung menjaga suhu tubuh yang konstan. Akan tetapi, secara umum  hewan endoder membutuhkan lebih banyak energi untuk menjaga kekonstanan suhu tubuhnya.
2.      Peristiwa penerimaan dan pelepasan energi (termogulasi), maka mahluk hidup dibagi menjadi dua garis besar yakni hewan endoterm dan ektoterm.
3.      Hewan endoterm adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi panas di dalam tubuh yang merupakan hasil dari metabolisme jaringan, contoh : burung dan mamalia.
4.      Hewan ektoterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit. Hewan-hewan ektoterm, yaitu semua jenis hewan kecuali aves dan mamalia.
5.      Perbedaan Hewan Endoterm dan Ektoterm terletak pada suhu lingkungan dan avaibilitas makanan (energi)



DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Wiwi Isnaeni. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: proyek pengembangan guru